Senin, 16 Januari 2017

Penelitian kespro pada remaja

PENDAHULUAN
Saat ini tengah terjadi pembengkakan jumlah remaja di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah remaja di Indonesia mencapai 30% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 65 jutajiwa(BKKBN,2007). Sayangnya, pengetahuan dan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduktif masih relatif rendah maka banyak sekali masalah yang akan muncul dibidang kesehatan reproduksi, yaitu menurut Dr.Bernard Coquelin, representatif UNFPA(United Nations Populasi Fund),mengungkapkan bahwa sekitar 5,5% - 11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun (Ciptaningsih, 2005).
Remaja merupakan suatu tahap transisi dari masa kanak-kanak                   ke masa dewasa. Pada tahap ini, remaja sampai pada tahap mencari identitas (jati diri).Serta terjadi perubahan psikologis,seperti perubahan emosi, pikiran dan kurangnya rasa percaya diri yang ditandai dengan adanya rasa malu, sedih, khawatir dan bingung. Pada, tahap ini, remaja lebih senang pergi bersama dengan teman sebayanya dari pada tinggal di rumah, sehingga para remaja lebih terpengaruh dengan pergaulan di luar rumahnya dan cenderung tidak menurut pada orang tuanya,  serta sering kali bertindak tanpa terlebih dahulu memikirkan akibat yang akan ditimbulkannya (Wahyuni, 2007).
Data dari WHO 2007 menunjukkan bahwa kurang dari 111 juta kasus infeksi menular seksual diderita oleh kelompok usia dibawah 25 tahun. Menurut Siswanto A. Wilopo Sekjen IPADI (Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia) dan Deputi KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Pusat, ada 15 juta perempuan remaja yang melahirkan anak dan sebagian dari mereka sudah menikah. Sekitar 500.000 perempuan meninggal dunia karena melahirkan dan 65.000 diantaranya remaja yang meninggal karena aborsi tidak aman. (Ciptaningsih, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasria Putriani, 2010 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang ditemukan hasil bahwa distribusi berdasarkan informasi kesehatan reproduksi yang pernah mendengar (96,3%) dan yang tidak (3,7%) berdasarkan sumber informasi kesehatan reproduksi melalui internet(31,51%), majalah (21,92%), teman (30,14%), pacar (16,44%) pengaruh orang terdekat (32,3%),orang tua (35,5%) faktor diskusi ya  (64,2%), tidak (35,8%) dan hasil pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang termasuk dalam kategori baik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mia Fahmiani, 2008 mengenai kesehatan reproduksi remaja yang dimiliki siswi kelas 2 MAN Pandeglang mayoritas tinggi  dengan presentase 48,8%, mayoritas siswi kelas 2 MAN Pandeglang memiliki sikap yang setuju untuk menjaga kesehatan reproduksi  dilihat dengan presentase 98,93%,dan perilaku siswi kelas 2 MAN Pandeglang,dalam menjaga reproduksi mayoritas baik dengan presentase 56,91%.
Sebanyak 14,6 % laki-laki melakukan seks di luar nikah pada usia 20-24 tahun dan usia 15-19 tahun tercatat 1,8 persen. Sedangkan pada perempuan ditemukan 0,7 % usia 15-19 tahun dan 4,5 % dan di Jawa Barat sekitar 48 % perempuan usia 15-19 tahun sudah melahirkan.
Terjadi peningkatan tertinggi
pada laki-laki sebanyak 4,1 % di tahun 2012 dibandingkan 2007, Kasus ini akibat kurangnya perhatian masalah reproduksi dan pendidikan seksual. 
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 siswa/siswi SMA, didapatkan hasil bahwa 6 dari 10 siswa-siswi SMA  mengatakan tidak mengetahui tentang kesehatan reproduksi dan bagaimana dampak perilaku seks terhadap kesehatan reproduksi, Siswa mengatakan melakukan perilaku seksual di luar nikah karena pengetahuan kesehatan reproduksi siswa kurang dan akhirnya mereka mencari informasi dari media tentang seksualitas berupa gambar dan video. Dengan latar belakang dan karakteristik yang berbeda tentunya berpengaruh terhadap sumber informasi dan pengetahuan siswa berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja, didapatkan bahwa informasi dan akses informasi siswa berkaitan dengan seksualitas masih sangat rendah yaitu hanya diperoleh dari buku atau majalah bagi siswa yang mampu membeli buku atau majalah.Hasil data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan kota Bogor tanggal 9 Mei 2016 di dapatkan jumlah siswa dari 5 SMA Negeri di Bogor diantaranya SMAN 6 terdapat 902 siswa, SMAN 7 terdapat 818 siswa, SMAN 8 terdapat 858 siswa, SMAN 9 terdapat 851 siswa dan SMAN 10 terdapat 930 siswa.
Peneliti melakukan penelitian pada siswa/siswi SMAN 10 Bogor Tahun 2016 karena masih banyak siswa yang pengetahuan kesehatan reproduksinya masih sangat rendah. 
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian analitik, dengan desain penelitian Cross sectional dimana variabel independen dan variabel dependen diteliti pada waktu bersamaan, untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMAN 10 Bogor tahun 2016. Dalam penelitian ini variabel bebasnya yaitu jenis kelamin, keterpaparan media massa, peran orang tua, peran sekolah, peran teman sebaya, ketersediaan sumber daya kesehatan. Populasi penelitian ini mengambil responden yaitu seluruh siswa di SMAN 10 Bogor. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah jumlah kelas X 287 orang, kelas XI 291 orang jumlah seluruh populasi adalah 578 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian siswa SMAN 10 Bogor kelas X dan XI  pada Tahun 2016, dengan tekhnik pengambilan sampel yaitu Simple Random Sampling.




HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Analisis Univariat
Berdasarkan table 5.1 diatas, distribusi frekuensi siswa siswi SMAN 10 Bogor berdasarkan tingkat pengetahuan, jenis kelamin, keterpaparan media massa, peran orang tua, peran sekolah, teman sebaya dan ketersediaan sumber daya kesehatan tahun 2016 menunjukan bahwa dari 51 responden dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang berjumlah 33 remaja (64,7%), berdasarkan jenis kelamin terdapat 36 remaja (70,6%)dengan jenis kelamin perempuan
Berdasarkan keterpaparan media massa remaja yang tidak terpapar berjumlah 31 remaja (60,8%), berdasarkan peran orang tua terdapat peran orang tua tidakmendukung berjumlah 29 (56,9%),
berdasarkan peran sekolah peran sekolah tidakmendukung berjumlah 30 (58,8%), berdasarkan peran teman sebaya peran teman sebaya tidak mendukungberjumlah 30(58,8%), Berdasarkan ketersediaan sumber daya kesehatan terdapat 47 (92,2%) sumber daya kesehatan yang tersedia.








 
Tabel 5.1

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi, jenis 
 kelamin,keterpaparan media massa, peran orang tua, peran sekolah,
teman sebaya dan ketersedian sumber daya kesehatan pada
remaja di SMAN 10 Bogor Bulan Juni Tahun 2016

No
Variabel 
n
Persentase (%)

1.

Tingkat pengetahuan
Baik 
Kurang


18
33


35,3
64,7

2.
Jenis Kelamin
Perempuan 
Laki-laki


36
15

70,6
29,4
3.
Keterpaparan Media Massa
Terpapar 
Tidak terpapar 

20 
31


39,3
60,8
4.
Peran Orang Tua
Mendukung 
Tidak mendukung


22
29

43,1
56,9

5.
Peran Sekolah
Mendukung 
Tidak mendukung

21
30

41,2
58,8


6.

Teman Sebaya
Mendukung 
Tidak mendukung



21
30


41,2
58,8
7.
Ketersediaan Sumber Daya Kesehatan
Tersedia 
Tidak tersedia



47
 4


92,2
 7,8
     

 
Analisis Bivariat
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi diatas diketahui remaja dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang(61,1%) yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Sedangkan pada remaja yang jenis kelamin laki-laki hanya 11 orang (73,4 %) yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi nya kurang. Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja yang kurang (P Value > 0,05).
Hasil analisis hubungan antara keterpaparan media massa dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi diatas diketahui pada remaja yang keterpaparan media massa nya terpapar ada 42,8 % yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurangSedangkan pada remaja yang tidak terpapar 80 % yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara keterpaparan media massa dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (P Value < 0,05), dimana kelompok remaja dengan keterpaparan media massa yang tidak terpapar memiliki peluang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang 5,333 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok remaja yang terpapar media massa.
Hasil analisis hubungan antara peran orang tua remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi diatas diketahui pada peran orang tua remaja yang tidak mendukung ada 86,2 % tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Sedangkan pada remaja yang peran orang tuanya mendukung ada 36,4 % yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara peran orang tua dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (P Value < 0,05), dimana kelompok remaja dengan peran orang tua yang tidak mendukung memiliki peluang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang 10,938 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok remaja yang peran orang tua mendukung.
Hasil analisis hubungan antara peran sekolah remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi diatas diketahui pada peran sekolah remaja yang tidak mendukung ada 83,3 % dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Sedangkan pada remaja yang peran sekolahnya mendukung ada 38,1 % yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara peran sekolah dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (P Value < 0,05), dimana kelompok remaja dengan peran sekolah yang tidak mendukung memiliki peluang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang 8,125 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok remaja yang peran sekolah mendukung.
Hasil analisis hubungan teman sebaya remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi diatas diketahui pada teman sebaya remaja yang tidak me
ndukung ada 83,3 % dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Sedangkan pada remaja yang teman sebaya mendukung ada 38,1 % yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara teman sebaya dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi (P Value < 0,05), dimana kelompok remaja dengan teman sebaya yang tidak mendukung memiliki peluang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang 8,125 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok remaja yang teman sebaya mendukung.





Hasil analisis hubungan ketersediaan sumber daya kesehatan remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi diatas diketahui pada ketersediaan sumber daya kesehatan yang tersedia ada 68,1 % dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurangSedangkan pada remaja yang ketersediaan sumber daya kesehatan tidak tersedia ada 25 % yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya kurang. Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara ketersediaan sumber daya kesehatan remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja yang kurang (P Value > 0,05).

 
Tabel 5.2
Analisis Bivariat Hubungan Antara Jenis Kelamin ,Keterpaparan Media Massa, Peran
Orang Tua, Peran Sekolah,Teman Sebaya Dan Ketersedian Sumber Daya Kesehatan
Dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja
Di SMAN 10 Bogor Bulan Juni Tahun 2016



No 

Variabel
Tingkat Pengetahuan KESPRO
Jumlah

P. Value

OR
(CI 95%)


Baik 
Kurang 





n
%
n
%
N
%


1
Jenis kelamin


0,610
    
     1,750
(0,465-6,591)


Perempuan 
14
38,9
22
61,1
36
100



Laki-laki
 4
28,6
11
73,4
15
100



2

Keterpaparan Media Massa 



Terpapar 
12
57,2
9
42,8
21
100

0,015

5,333
(1,537-18,502)

Tidak Terpapar 
 6
20
24
80
30
100


3
Peran Orang Tua



Mendukung 
14
63,6
 8
36,4
22
100








0,001       
10,938
(2,788-42,912)

Tidak mendukung
 4
13,8
25
86,2
29



4
Peran Sekolah  









Mendukung 
13
61,9         
 8
38,1
21
100
0,002
8,125
(2,208-29,901)

Tidak Mendukung
 5
16,7
25
83,3
30




5
Teman Sebaya


0,002
    
8,125
(2,208-29,901)


Mendukung 
13
61,9
8
38,1
21
100



Tidak Mendukung
 5
16,7
25
83,3
30
100


6
Ketersediaan Sumber Daya Kesehatan



Tersedia  
15
31,9
32
68,2
47
100

0,120
0,156
(0,015-1,630)


Tidak tersedia
 3
75
1 
 25
 4
100













 
PEMBAHASAN
6.1 Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja
Hasil penelitan menunjukan bahwa remaja dengan tingkat pengetahuan  kesehatan reproduksi kurang berjumlah 33 (64,7%) dan yang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi baik berjumlah 18 (35,3%).Apabila dibandingkan dengan Penelitian Sri LilestinaNasution (2012) menunjukkan kurangnya pengetahuan remaja tentang masa subur dapat terlihat pada pengetahuan mereka tentang risiko kehamilan. Sebanyak 19,2% remaja mengatakan bahwa perempuan yang melakukan hubungan seksual sebelum mengalami menstruasi dapat hamil, dan sebanyak 8,8% remaja yang mendengar istilah masa subur terlihat jawaban remaja mengatakan perempuan tidak dapat hamil bila melakukan hubungan seksual pada masa subur. Kurangnya pengetahuan remaja ini perlu mendapatkan perhatian karena hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan tetap mempunyai risiko untuk hamil. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMAN 10 Bogor masih kurang.
6.2Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016

Dari hasil analisis hubungan antara Jenis Kelamin dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja, remaja yang jenis kelamin perempuan lebih baik pengetahuan kesehatan reproduksi nya dan sebaliknya remaja laki-laki lebih kurang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya.
Namun dari uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p-value 0,610 > 0,05 sehingga walaupun secara konseptual hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi tidak bertentangan dengan kerangka konsep penelitian, kesimpulan yang dapat ditarik adalah tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni 2016 .
Hal ini sesuai teori WHO (2004) yang menganalisis literatur kesehatan reproduksi dan seksualitas dari seluruh dunia dan melaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan faktor resiko untuk melakukan hubungan seks pertama kali.
Penelitiaan serupa sesuai dengan yang dilakukan oleh Susanti (2012) pada siswa SMPN 6 Palopo Sulawesi Tengah, jenis kelamin laki-laki yang berpengetahuan kurang berjumlah 54,3 % dan wanita 45,7 % menunjukkan bahwa laki-laki yang berpengetahuan kurang lebih banyak dibandingkan dengan wanita. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi.

6.3 Analisis Bivariat Hubungan antara KeterpaparanMedia Massa dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016

Dari hasil analisis hubungan keterpaparan media massa dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja semakin kurang maka semakin tidak terpapar sebaliknya semakin tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi baik maka semakin terpapar.
Hal ini sesuai dengan kerangka konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini dari uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p-value 0,015 < 0,05 sehingga kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan secara statistik antara keterpaparan media massa dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni 2016.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Vivin Eka Rahma Wati, Ninik Azizah, dkk tahun 2011 pada remaja kelas XI SMA Darul Ulum 3 Jombang, Hasil uji statistikmenunjukkan bahwa peran media massa pada angka signifikasi 0,000 (p<0,05artinya ada hubungan yang signifikan antara pemanfaatan macam-macam media massa dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada  remaja kelas XI SMA Darul Ulum 3 JombangBungin 2001 berpendapat bahwa pengaruh media massa yang merupakan bagian dari media informasi salah satunya adalah dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Sehingga semakin banyak informasi yang didapat dari media massa tingkat pengetahuan seseorang akan semakin tinggi.

6.4 Analisis Bivariat Hubungan antara Peran Orang Tua dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMAN 10 Bogor bulan JuniTahun 2016

Dari hasil analisis hubungan peran orang tua dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang semakin banyak yang tidak mendukung sebaliknya semakin banyak yang mendukung maka tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi nya baik
Hal ini sesuai dengan kerangka konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini dari uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p-value 0,001 < 0.05 sehingga kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan secara statistik antara peran orang tua dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Raden Ayu (2012) bahwa sebagian besar responden 63 % secara pasif berkomunikasi dengan orang tuanya mengenai seksusalitas dan hanya 37 % yang berkomunikasi secara aktif mengenai seksualitas dengan orang tuanya dan p-value 0,0047<0.05 berarti ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Didukung pula oleh teori yang diungkapkan oleh Aryatmi (1995), Tukon (1985) dan Howard (1990), bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan seksual yang terbaik, dimana informasi tersebut diberikan oleh orang tuanya sendiri dan diwujudkan melalui cara hidup orang tuanya.
Pada tahap remaja, mereka membutuhkan perhatian yang lebih dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena remaja sudah mengenal lingkungan sosial yang lebih luas. Hubungan komunikasi yang baik dan harmonis antar orang tua dan anak, dapat membawa anak keluar dari rasa khawatirnya yang saat ini sedang dialaminya.
6.5 Analisis Bivariat Hubungan antara Peran Sekolah dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016

Dari hasil analisis hubungan peran sekolah dengantingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja yang kurang maka peran sekolah lebih banyak yang tidak mendukung sebaliknya tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik maka peran sekolah lebih sedikit mendukung.
Hal ini sesuai dengan kerangka konsep yangdikembangkan dalam penelitian ini dari uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p-value 0,002 < 0,05 sehingga kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan secara statistik antara peran sekolah dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Husodo (2008), dengan judul “Pengetahuan dan Sikap Konselor SMP dan SMA Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi di Kota Semarang”menunjukkan perubahan sikap konselor sebelum dan sesudah mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dan penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dengan nilai p= 0,000 (p<0,05) maka ada hubungan antara lembaga pendidikan dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi. Hal ini pun sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Killander (1971), Tukan (1992), yang mengatakan bahwa peran sekolah dalam memberikan pendidikan seksual harus dipahami sebagai pelengkap pengetahuan dari rumah dan institusi lain yang berupaya keras untuk mendidik anak-anak tentang seksualitas.
Pada saat ini belum ada pihak sekolah yang menyediakan secara khusus seorang guru yang mengajar tentang kesehatan reproduksi. Selama ini, hanya ada beberapa guru yang mengajar tentang reproduksi yang tergabung dengan bidang study, seperti biologi. Sehingga penjelasan yang didapat pun kurang mendalam bagi siswa. Perasaan malu pun dapat dialami oleh guru pada saat menerangkan didepan kelas. Sebab guru tersebut harus berkata-kata yang berkaitan dengan reproduksi. Padahal semua hal yang berkaitan dengan reproduksi adalah bukan suatu hal yang tabu untuk dibicarakan di depan kelas. Jika hal ini terjadi maka dapat membawa kebingungan bagi para siswa dalam menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, yang tidak mendapat penjelasannya dari orang tua.
6.6 Analisis Bivariat Hubungan antara Teman Sebaya dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016

Dari hasil analisis hubungan teman sebaya dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang semakin banyak peran teman sebaya yang tidak mendukung ke arah positif sebaliknya semakin banyak yang mendukung ke arah positif maka tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi baik
Hal ini sesuai dengan kerangka konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini dari uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p-value 0,002 < 0.05 sehingga kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan secara statistik antara teman sebaya dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cholisoh (2013) hasil uji hipotesis yang didapatkan dengan menggunakan regresi linier bergandamenunjukkan nilai p=0,041, dimana H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara dukungan dari teman sebaya terhadap perilaku perineal hygiene.
Hal ini didukung oleh teori Purwanto (1992) yang mengungkapkan bahwa kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang amat besar terhadap remaja. Peran kelompok teman sebaya bukan hanya sebagai tempat mencari teman sepermainan, melainkan berfungsi pula sebagai pembentuk sikap sosial, tingkah laku sosial, membagi pengalaman dan sosialisasi nilai-nilai budaya masyarakatnya.
6.7 Analisis Bivariat Hubungan antara Ketersediaan Sumber Daya Kesehatan dengan TingkatPengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016

Dari hasil analisis hubungan ketersediaan sumber daya kesehatan dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang semakin banyak yang tidak tersedia sebaliknya semakin banyak yang tersedia maka tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi nya baik.
Hal ini sesuai dengan kerangka konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini dari uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p-value 0,120 < 0,05 sehingga kesimpulannya adalah tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara ketersediaan sumber daya kesehatan dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMAN 10 Bogor bulan Juni Tahun 2016.
Hal ini didukung dengan hasil penelitian Cholisoh(2013) tidak ada hubungan antara ketersediaan sarana dan prasarana terhadap perilaku perineal hygiene di SMPN 45 Surabaya dari 56 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan kemudahan fasilitas untuk perineal hygiene yang baik (51,79%), namun 8,93% lainnya masih mendapatkan fasilitas yang kurang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 
Dari hasil penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan Remaja SMAN 10 Bogor Tahun 2016”, dapat diambil kesimpulan bahwa :
7.1.1 Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 51 Remaja SMAN 10 Bogor sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang 64,7 % dan Baik hanya 35,3 %.
7.1.2 Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang (p value 0,610)  pada remaja di SMAN 10 Bogor Tahun 2016.
7.1.3 Ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan media massa dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang (p value 0,015) pada remaja di SMAN 10 Bogor Tahun 2016.
7.1.4 Ada hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang (p value 0,001) pada remaja di SMAN 10 Bogor Tahun 2016.
7.1.5Ada hubungan yang bermakna antara peran sekolah dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang (p value 0,002) pada remaja di SMAN 10 Bogor Tahun 2016.
7.1.6Ada hubungan yang bermakna antara teman sebaya dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang (p value 0,002) pada remaja di SMAN 10 Bogor Tahun 2016.
7.1.7 Tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan sumber daya kesehatan dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi kurang (p value 0,120) pada remaja di SMAN 10 Bogor Tahun 2016.
Saran 
7.2.1. Bagi Remaja
Untuk lebih meningkatkan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dengan banyak membaca buku agar dapat lebih memahami informasi yang lebih jelas tentang pengetahuan kesehatan reproduksi, sehingga dapat mempertimbangkan segala sesuatu dalam mengambil keputusan dan tindakan jika dikemudian hari menemukan masalah tentang kesehatan reproduksi.
7.2.2. Bagi Sekolah
Hendaknya dipertimbangkan untuk lebih sering mengadakan kegiatan seminar ataupun penyuluhan tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang reproduksi remaja wanita dan diharapkan untuk menambah buku-buku bacaan, artikel, jurnal ataupun majalah-majalah tentang kesehatan reproduksi remaja bagi SMAN 10 Bogor agar tingkat kepedulian pria terhadap wanita semakin meningkat.
7.2.3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menggerakkan Pusat Informasi Konseling Mahasiswa (PIK-M) PINKANTER untuk turun ke sekolah–sekolah mensosialisasikan tentang kesehatan reproduksi remaja khususnya reproduksi remaja wanita kepada remaja pria yang masih sedikit mendapatkan pengetahuan.
7.2.4. Bagi Penelitian Lanjutan
Diharapkan di masa yang akan datang dapat digunakan sebagai salah satu sumber data untuk penelitian selanjutnya dan dilakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan faktor lainnya, variabel yang berbeda, jumlah sampel yang lebih banyak, tempat yang berbeda, desain yang lebih tepat dan tetap berhubungan dengan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Bungin, Burhan. 2001. Erotica Media Massa. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
BKKBN.2007.Pemenuhan kebutuhan remaja dalam pelayanan kesehatan reproduksi. Jakarta: Pustaka sinar harapan
BKKBN, Kemenkes, Kemensos, Kemendikbud, Kementerian PPA, UNFPA.2011. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia:Jakarta
Daili. 2005. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: FKU
DEPKES RI. 2005. Survei situasi perilaku berisiko tertular HIV di indonesia .Jakarta:SSP 2004-2005
Fahmiani, Mia. 2008.Mengenai kesehatan reproduksi remaja yang dimiliki siswi kelas 2 MAN Pandeglang.
Hungu. 2007. Demografi kesehatan indonesia.Jakarta:Grasindo
Hurlock, Elizabeth. 2005. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Husodo. 2012. Pengetahuan dan Sikap Konselor SMP dan SMA Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi di Kota Semarang. Semarang
Kumalasari, I dan Andhiyantoro, I. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.
Mia. 2008. faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dalam menjaga kesehatan reproduksi remaja pada siswa kelas 2 MAN Pandeglang.pandeglang
Notoadmodjo, Soekidjo.2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta :   Rineka Cipta
Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi kesehatan dan perilaku KesehatanJakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Umairoh, Cholisoh.2013. Analisis faktor yang mempengaruhi perilaku perineal hygiene pada remaja putri berbasis precede proceed model di smpn 45 surabaya. Surabaya
PKBI. 2005. Kesehatan reproduksi remajahttp://pkbi.or.id
Putriani, Nasriani.2010. Tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMAN 1 Mojogedang.
Oktaria, N, Ayu Raden. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja di SMAN 10 kota Sekayu kabupaten Musi Banyu Asin.Sumatera Selatan
Sarwono, S, 2006. Psikologi Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Susanti FKM UI.2012.Hubungan jenis kelamin, keterpaparan media dan pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual remaja di SMPN 6 Palopo Sulawesi Tengah Tahun 2012.Sulawesi
Nasution, L, Sri. 2012. Pengaruh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap prilaku seksual pranikah remaja di indonesia.jakarta
Wahyuni.2007.Gambaran perilaku siswa tentang Hubungan seks pra-nikah di SMK negeri 8 Medan.Medan
Wawan, A & Dewi, M. Teori dan pengukuran sikap dan perilaku manusia. Yogyakarta: 2010
WHO.2007. Infeksi menular seksual (IMS).
Widyastuti.2009. Kesehatan Reproduksi. Yogjakarta:Fitramaya
Wijayanti, Daru.2009. Reproduksi Wanita. Jakarta: Bookmarks
Vivin Eka Rahma Wati, Ninik Azizah, dkk. 2011.HubunganPemanfaatan Beberapa Jenis Media Massa dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja Kelas XI SMA jombangJawa Timur